John Stott & Peran Akal Budi dalam Kekristenan

StottJohn R.W. Stott, Your Mind Matters (IVP Classics; 2nd ed.; Downers Grove, Illinois: IVP, 2006), 91 pp. (Versi pdf dari tinjauan ini dapat didownload di sini).

Almarhum John Robert Waimsley Stott (1921-2011) adalah teolog Injil yang sangat terkemuka. Beliau dinobatkan oleh Majalah Time sebagai salah satu dari 100 tokoh paling berpengaruh di dunia. Di kalangan Kekristenan di Indonesia, John Stott telah dikenal luas melalui publikasi terjemahan bukunya yang berjudul: Khotbah di Bukit.

Your Mind Matters pertama kali diterbitkan pada tahun 1972 dan kini dikategorikan oleh penerbit IVP sebagai salah satu karya klasik Kekristenan abad ke-20. Dalam buku ini, sebagaimana tercermin pada judulnya, Stott melawan fenomena anti-intelektual yang melanda Kekristenan di seluruh dunia.

Stott mengawali bukunya dengan memberikan tiga contoh konkret dari hawa anti-intelektual dalam Gereja. Pertama, penekanan yang sangat kuat terhadap ritual dan tata cara pelaksanaannya. Stott melihat hal ini sebagai “sebuah pengganti tanpa makna dari penyembahan yang melibatkan akal budi (cerdas).” (p. 15).

Kedua, gerakan oikumeneikal dengan penekanan pada aksi sosio-politis yang pada akhirnya mengkompromikan formulasi-formulasi teologis yang ortodoks dalam Kekristenan.

Dan ketiga, Kekristenan Pantekosta (dan Kharismatik) yang menjadikan pengalaman rohani sebagai kriteria utama untuk formasi spiritualitas. Gerakan ini bersemboyan: “Bukan doktrin melainkan pengalaman.” (p. 16-17).

Stott menggunakan Bab 2 untuk mempresentasikan alasan-alasan biblikal-teologis mengenai betapa pentingnya akal budi kita digunakan secara baik. Bab 3 merupakan pengembangan lebih lanjut dari Bab 2 dimana Stott memperlihatkan posisi akal budi dalam aspek-aspek penting kehidupan Kristen semisal: iman, pengejaran akan kekudusan hidup, pemberitaan Injil, dan karunia-karunia rohani. Akhirnya, Bab 4 merupakan upaya Stott memperlihatkan kegunaan-kegunaan praktis dari akal budi dalam kerohanian dan pelayanan Kristen.

Sejumlah Kutipan menarik dari Your Mind Matters

Mungkin akan bermanfaat jika saya mengakhiri ulasan tinjauan ini dengan menampilkan sejumlah kutipan penting dari Your Mind Matters:

Opini-opini lebih kuat dari tentara-tentara. Opini-opini, jika didasarkan atas kebenaran dan keadilan, pada akhirnya akan bertahan terhadap bayonet-bayonet dari invantri, tembakan-tembakan altileri, dan serbuan kavaleri. (p. 21; di sini Stott mengutip dari Lord Palmerston, 21 Juli 1849).

Seluruh pewahyuan Allah adalah pewahyuan yang rasional, baik pewahyuan umum melalui alam semesta maupun pewahyuan khusus di dalam Kitab Suci dan Kristus. (p. 27).

Jika ada sebuah agama di dunia yang sangat meninggikan tugas pengajaran, adalah tepat untuk mengatakan agama itu adalah agama Yesus Kristus. (p. 29; kata-kata ini ia kutip dari James Orr dalam bukunya: The Christian View of God and the World).

Sebuah ‘pemikiran Kristen’digambarkan oleh Tuan Blamires sebagai ‘sebuah pemikiran yang dilatih, diinformasikan, dan dilengkapi untuk menangani data kontroversi sekular di dalam kerangka kerja yang dibangun atas presuposisi-presuposisi Kristen. (p. 33-34; di sini Stott mengutip dari Harry Blamires).

Iman dan melihat adalah oposisi satu sama lain dalam Kitab Suci, tapi bukan iman dan akal budi. Sebaliknya, iman yang sejati pada esensinya masuk akal karena ia percaya akan karakter dan janji-janji Allah. (p. 49).

Iman adalah kepercayaan yang logis, sebuah kepercayaan yang secara kontemplatif dan penuh keyakinan akan keandalan Allah. (p. 52).

Iman dan pemikiran berjalan bersama-sama, dan adalah tidak mungkin untuk percaya tanpa pemikiran. (p. 53).

Sejumlah orang Kristen mengklaim dengan lancar ‘Tuhan menyuruh saya melakukan ini,’ atau ‘Tuhan memanggil saya untuk melakukan itu,’ seakan-akan mereka memiliki saluran langsung ke sorga dan berkomunikasi ala percakapan telepon dengan Allah. Saya tidak percaya pada klaim-klaim ini! (p. 61).

Jika saya hanya memiliki tiga tahun untuk melayani Tuhan, saya akan menggunakan dua tahun di antaranya untuk belajar dan mempersiapkan diri. (p. 77; kata-kata ini ia kutip dari Dr. Donald Barnhouse).